Dani Jumadil Akhir - Okezone
Ilustrasi. (Foto: Reuters)
JAKARTA - Dalam paket kebijakan ekonomi yang sampaikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Pemerintah memberi keringanan untuk melakukan ekspor hasil mineral dan batubara (mineral). Kebijakan ini diterbitkan untuk meningkatkan neraca ekspor yang saat ini mengalami defisit transaksi berjalan.
Dengan demikian, Rupiah yang tengah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) lantaran defisit yang terjadi, dapat ditekan, dan perekonomian nasional yang saat ini dapat ditingkatkan.
Meski demikian, Direktur Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara mengatakan, tindakan yang diambil pemerintah seolah-olah mempermainkan Undang-Undang.
"Saya mengecam keras hal tersebut, karena ini kan amanat UU, perintah UU. Tidak bisa diubah secara mendadak, walaupun terjadi kondisi krisis seperti ini. " ungkap Marwan kepada Okezone, di Jakarta, Minggu (25/8/2013).
Menurut Marwan, Pemerintah seharusnya konsisten melakukan apa yang sudah diamanatkan Undang-Undang mengenai pembangunan hilirisasi (smelter) dalam negeri yang telah diamanatkan dalam Undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang mineral dan batubara. "Soal nanti pengolahan di dalam negeri tidak harus tiba-tiba longgarkan kan tidak merujuk lagi," katanya.
"Dan ini juga dampak positifnya tidak terlalu besar dan signifikan. Melecehkan DPR yang membuat undang-undang, kan UU ini dijuga atas masukan pemerintah. Kalau mau peningkatan yang dikatakan pemerintah yang tetap jalankan amanat UU tersebut," jelasnya.
Seperti yang diketahui, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik mengatakan paket kebijakan ekonomi yang memberi keringanan ekspor tersebut memang harus dikeluarkan di tengah gejolak ekonomi yang melanda Indonesia saat ini.
"Cara tersebut merupakan cara untuk menyelamatkan diri dari gejolak krisis ekonomi. Karena ekonomi enggak normal, kita musti selamatkan diri. Negara ini harus diselamatkan dulu. Nanti kalau sudah normal, kita kembali lagi," ungkap Jero. ()